Senin, 12 Juni 2017

PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang
Salah satu tujuan pendidikan Nasional adalah untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, perlu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan tinggi di Indonesia pada umumnya serta perguruan tinggi swasta pada khususnya. Diperlukan perbaikan yang menyeluruh terhadap unsur-unsur yang saling terkait di dalamnya. Hal itu disebabkan karena kebutuhan akan tenaga kerja profesional yang andal dan siap diterjunkan ke seluruh unit usaha menjadi perhatian semua kalangan.
Salah satu institusi yang paling bertanggungjawab dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia tersebut adalah Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta mengemban fungsi membina dan mendidik mahasiswa untuk menjadi sumber daya manusia yang cerdas agar berperan dan berkontribusi terhadap pembangunan sesuai posisi dan kemampuannya masing-masing (Said dalam Amang, 2009). Simmons (2002) menyatakan bahwa manajemen kinerja pada perguruan tinggi diatur oleh pemerintah sehingga berdampak pada menurunnya kualitas dan kinerja institusi perguruan tinggi tersebut pada tingkat global karena dana subsidi pendidikan dari pemerintah sangat kecil sedangkan biaya untuk bersaing di tingkat global sangat tinggi.
Maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan formal sangat ditentukan oleh manajemen pengelolaan dan mutu pengelola lembaga tersebut. Tentu saja tenaga edukatif (dosen) sebagai titik sentral di samping staf administasi dan lembaga-lembaga kemahasiswaan. Kualitas, kepuasan dan komitmen tenaga edukatif merupakan kunci utama keberhasilan sebuah lembaga pendidikan formal (Burki, Angrist dalam Madris (2007) dan Amang (2009)
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Bab 1 Pasal 1 ayat 2). Profesional dinyatakan sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dosen adalah salah satu komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Peran, tugas, dan tanggungjawab dosen sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yang meliputi kualitas iman/takwa, akhlak mulia, dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju, adil, makmur, dan beradab. Kekuatan utama perguruan tinggi dalam kehidupannya terletak pada kompetensi dosen. Kompetensi dosen diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Upaya pembenahan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta penerapan manajemen perguruan tinggi merupakan hal penting, namun tanpa adanya dosen yang berkompeten, semuanya itu menjadi kurang bermakna. Kinerja dosen merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu perguruan tinggi dalam melaksanakan misinya, kinerja dosen merupakan penggerak bagi keberhasilan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga perguruan tinggi.
Banfield, et. al (2006) menyatakan bahwa tantangan dalam mewujudkan profesionalime dosen adalah tenaga edukatif yang berkinerja buruk dan prestasi kerja yang tidak sesuai dengan harapan. Hildebrand, et. al (1971) menjelaskan bahwa standar kinerja dosen berkinerja baik antaralain dinilai dari tingkat pengalaman dan personal dosen. Long, et. al (2014) menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran merupakan dua dimensi yang sangat tergantung pada Ability (kemampuan) dan profesionalisme dosen, dengan demikian dosen yang efektif dalam proses pengajaran dan pembelajaran dikonseptualisasikan sebagai salah satu perwujudan dalam menjalankan tugas akademik.
Untuk mencapai kinerja yang maksimal, sumber daya manusia dalam hal ini adalah dosen, dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri. Secara teori, menurut Gibson, et al (1988) ada beberapa faktor atau variabel yang mempengaruhinya, menurutnya ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja, yang selanjutnya berefek kepada kinerja dosen yaitu: variabel individu, psikologis dan organisasi. Faktor individu yang mempengaruhi perilaku kerja adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Adapun faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Selanjutnya, faktor organisasi terdiri dari sumber daya, komunikasi, kepemimpinan, imbalan, struktur dan rancangan kerja.
Selanjutnya, Storey (1989) dalam Armstrong (2011) menyatakan bahwa perilaku kerja Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi dapat dilihat dalam dua pendekatan (approach) yaitu, pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach). Pendekatan keras (hard approach) adalah pendekatan yang memandang pegawai sebagai sumber daya yang sama seperti sumber daya lain yang harus dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi, melalui rekrutmen, pengembangan, penilaian kinerja, remunerasi dan lain-lain. Kinerja  sumber daya manusia dalam pandangan pendekatan keras (hard approach) dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berada di luar diri individu pegawai (faktor eksternal). Sedangkan pendekatan lunak (soft approach) adalah pendekatan yang melihat pegawai sebagai manusia yang mampu berkembang, proaktif, dapat bekerja sama, layak mendapat kepercayaan dan memiliki komitmen tinggi untuk memberikan keunggulan kepada organisasi. Pendekatan ini lebih bersifat humanistik dan memfokuskan perhatian pada aspek-aspek psikologi pegawai seperti komunikasi, motivasi, kepuasan, dan kepemimpinan (Storey, 1989) dalam Armstrong (2011), sedangkan (Legge, 1998) dalam Armstrong (2006) melihat sumber daya manusia dalam pendekatan lunak (soft approach) sebagai aset berharga dan sebagai sumber keunggulan kompetitif melalui komitmen, kemampuan dan kinerja. Dalam pandangan pendekatan lunak (soft approach), kinerja sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologi yang ada dalam diri individu pegawai tersebut (faktor internal).
Penelitian terdahulu menemukan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dosen seperti; Personality (kepribadian)), Ability (kemampuan), kepuasan kerja, komitmen organisasi. Penggunaan variabel tersebut dalam penelitian ini mengaju pada teori yang dikembangkan oleh Colquitt, et. al (2014) yang menyatakan bahwa kinerja dipengaruhi oleh karakteristik individu (Personality dan Ability) serta mekanisme individu (kepuasan kerja). Sedangkan pendekatan keras (hard approach), yaitu faktor ekternal yang mempengaruhi kinerja individu pegawai (dosen) yang penulis gunakan adalah dukungan organisasi.
Personality (kepribadian) merupakan karakteristik individual yang melekat pada seseorang dan bersifat stabil dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini pengukuran Personality diadaptasi dari Costa dan McCrae dalam Yang & Hwang (2014) Teori ini didasarkan pada model lima faktor Personality (kepribadian) sebagai representasi struktur trait yang merupakan dimensi utama dari Personality (kepribadian), yakni; Keramahan (Agreeableness), menggambarkan seseorang yang baik hati, kooperatif, dan mempercayai. Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, pemaaf, dan penyayang. Kehati-hatian (Conscientiounsness), menggambarkan seseorang yang bertanggungjawab, dapat diandalkan, tekun, dan berorientasi prestasi. Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang teratur (well-organized), tepat waktu, dan ambisius. Stabilitas Emosi (Emotional stability), mencirikan seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif). Lawan dari Stabilitas Emosi adalah Neuroticism. Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Ekstraversi (Extroversion) menggambarkan seseorang senang bergaul, banyak bicara, dan tegas. Extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam Personality (kepribadian), di mana ekstraversi ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. dan Keterbukaan pada pengalaman (Openness to experience)  mencirikan seseorang yang imajinatif, sensitif, dan intelektual. Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan, tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Trait Personality (kepribadian) merupakan dimensi dari (kepribadian) yang merupakan kecenderungan emosional, kognitif, dan tingkah laku, yang bersifat menetap dan ditampilkan individu sebagai respons terhadap berbagai situasi lingkungan (Westen, 1999) dalam (Seniati, 2006). Penelitian tentang pengaruh Personality (kepribadian) terhadap kinerja telah banyak dilakukan. Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan signifikan pengaruh Personality (kepribadian) terhadap kinerja dilakukan oleh Al-Dujaily & Ryu (2006) yang menyatakan bahwa kepribadian Introvert dan Ekstrovert berpengaruh terhadap kinerja dalam sistem pembelajaran adaptif, Thoresen, et. al (2004) yang menyatakan bahwa Big Five Personality secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan temuan tidak signifikan pengaruh Personality (kepribadian) terhadap kinerja dilakukan oleh Nikolaou (2003) yang menyatakan bahwa secara simultan tidak ada hubungan antara Personality (kepribadian) dengan kinerja dan Barrick, et. al (2005) menyatakan bahwa Ciri-ciri Big Five Personality (kepribadian) (Extroversion, Emotional Stabilitas, dan Keterbukaan terhadap Pengalaman) memiliki hubungan yang lemah dengan kinerja interpersonal.
Faktor selanjutnya yang diduga mempengaruhi kinerja dosen adalah Ability (kemampuan). Dalam penelitian, Ability (kemampuan) yang penulis maksudkan adalah Ability (kemampuan) intelektual dinyatakan sebagai kompetensi berpikir (cognitive) yang mempunyai fungsi kerja individu dengan indikator; berpikir analitis (analytical thinking), berpikir konseptual (conceptual thinking), keahlian teknis secara profesional (technical/professional/managerial expertise) (Spencer and Spencer, 1993) dalam (Rachman, 2012). Dosen dituntut memiliki kompetensi yang tinggi terdiri atas empat rumpun, yaitu penguasaan bidang studi, pemahaman peserta didik, penguasaan pembelajaran yang mendidik, serta pengembangan kepribadian dan keprofesionalan. Dosen dituntut profesional yakni menguasai kemampuan mengajar yang baik, pengetahuan yang banyak, dan sikap profesional yang baik dengan didukung Ability (kemampuan) lainnya. Penelitian tentang pengaruh Ability (kemampuan) terhadap kinerja dilakukan oleh Varca & James-Valutis (1993) menyatakan bahwa Individu dengan tingkat Ability (kemampuan) yang tinggi secara signifikan akan relevan dengan kinerja pekerjaan yang tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabilitas dalam prestasi kerja dapat dipahami lebih jelas melalui interaksi antara kemampuan dan sikap antara pekerja. Demikian pula, kemampuan kognitif secara konsisten terbukti menjadi prediktor yang valid dari kinerja pekerjaan (Hunter & Hunter, 1984) dalam Wright, et.al (1995). Demikian pula, Ree dan Earles (1992) dalam Wright, et al., (1995) mencatat efektivitas Ability (kemampuan) kognitif memprediksi keberhasilan pelatihan dan prestasi kerja. Sedangkan Colarelli, et.al (1987) dalam Bounreau, et.al (2001) menemukan efek yang tidak signifikan dari kemampuan kognitif terhadap kinerja. (Mullan & Kothe (2010) menyatakan kemampuan diri secara signifikan berkorelasi dengan ukuran kinerja yang obyektif. Menurut Sofo dan Robbins dalam Rachman (2012), bahwa (kemampuan) intelektual akan menjadikan individu manusia mempunyai kompetensi untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan tanpa keraguan lagi untuk salah. Hasil studi Burkhalter, et.al (2001), bahwa kemampuan intelektual menjadikan individu mempunyai kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan dan Ability (kemampuan). Itu diperoleh dari profesi layanan melalui pendidikan pra-layanan, pelatihan dalam layanan, dan pengalaman kerja kerja serta standar hubungan antar pribadi dapat dicapai dengan hasil kerja yang tinggi.
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah Dukungan Organisasi. Menurut Eisenberger, et. al (1990) dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberikan dukungan, dan peduli pada kesejahteraan mereka. Dukungan organisasi memiliki arti sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan mereka. Pengukuran dukungan organisasi diadaptasi dari (Eisenberger, et.al, 1986), (Eisenberger, et. al, 2002) yakni: keadilan, dukungan atasan dan penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan. 1) keadilan yang meliputi aspek kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan dan dan keadilan dalam kebijakan formal, 2) dukungan atasan mencakup aspek kesediaan atasan membantu mengatasi masalah pekerjaan dan sikap atasan terhadap ide-ide karyawan, 3) penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan yang meliputi gaji, pengakuan, promosi, keamanan dalam bekerja, kemandirian, pelatihan, respon terhadap pegawai yang menghadapi masalah. Penelitian tentang pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja telah banyak dilakukan. Temuan signifikan pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Karatepe (2012) bahwa Persepsi dukungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja service recovery dan kinerja kerja  melalui kepuasan karir; Rocha & Chelladurai (2011) bahwa hubungan langsung persepsi dukungan organisasi terhadap kinerja signifikan, dan pengaruh tidak langsung persepsi dukungan organisasi melalui komitmen afektif juga sangat signifikan. Sedangkan temuan tidak signifikan pengaruh dukungan organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Chiang & Hsieh (2012) yang menyatakan bahwa dukungan organisasi yang dirasakan tidak berpengaruh positif terhadap kinerja kerja, Pazy & Ganzach (2009) yang menyatakan Kinerja tidak dipengaruhi oleh Persepsi Dukungan Organisasi.
Selain itu, faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah kepuasan kerja. Pengukuran Kepuasan Kerja diadaptasi dari Yang & Hwang (2014), yakni: kepuasan intrinsik dan kepuasan ekstrinsik. Penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja telah banyak dilakukan. Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan signifikan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dilakukan oleh Mardiana, et. al  (2012) bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh intervensi yang signifikan terhadap kinerja karyawan, Simona, et. al (2008) Kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan, Whitman, et. al (2010) bahwa kepuasan berpengaruh positif terhadap kinerja. Sedangkan temuan tidak signifikan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dilakukan oleh (Karatepe, et. al (2006) bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja, Crossman & Zaki (2003) bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja, Bowling (2007) tidak ada hubungan kepuasan dengan kinerja. Karyawan yang memiliki kepuasan, baik kondisi internal maupun eksternal akan mendorong bekerja secara penuh untuk mencapai tujuan organisasi, melibatkan dirinya secara penuh terhadap organisasi, (Robbins & Judge, 2014). Kepuasan kerja berarti pemenuhan yang diperoleh dari pengalaman melakukan berbagai pekerjaan dengan mendapat imbalan. Jadi kepuasan kerja digunakan untuk menganalisis hasil karya yang telah dicapai oleh seseorang karyawan, dan kepuasan kerja merupakan konsekuensi imbalan yang dihubungkan dengan hasil karya. Karyawan dapat merasa puas atau tidak, apabila terdapat hubungan antara penampilan kerja dan hasil karyanya, serta imbalan yang telah diterima sebagai wujud hubungan itu.
Selanjutnya faktor yang diduga berpengaruh terhadap kinerja dosen adalah komitmen organisasi. Pengukuran komitmen organisasi diadaptasi dari  Allen & Meyer (1990) dengan menggunakan tiga indikator, yakni: komitmen afektif, komitmen continuance, komitmen normative. Penelitian tentang pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja telah banyak dilakukan. Hal ini didukung dari hasil kajian penelitian sebelumnya. Temuan signifikan pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Becker & Kernan (2003) bahwa komitmen afektif berpengaruh terhadap kinerja supervisor, Engelberg, et. al (2011) menyatakan bahwa komitmen organisasi dan pengalaman sebagai sukarelawan memprediksi aspek kinerja (keterlibatan,) dan komitmen terhadap peran dan pengalaman memprediksi aspek kinerja (pengetahuan), Jaramillo, et. al (2005) bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara komitmen organisasi dan kinerja kerja. Sedangkan temuan negatif pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja dilakukan oleh Pinho, et. al (2014) bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dan akan loyal serta afeksi positif terhadap organisasi. Dessler (2014) menunjukkan bahwa pegawai yang memiliki komitmen tinggi memiliki nilai absensi yang rendah dan memiliki masa bekerja yang lebih lama dan cenderung untuk bekerja lebih keras serta menunjukan prestasi yang lebih baik. Menurut Anggraeni (2014) upaya dalam meningkatkan kinerja dosen antaralain dosen harus melaksanakan kinerja yang jelas, dosen harus berkompetensi dalam melakukan pekerjaan, terdapat ketentuan dalam penilaian kompetensi serta terdapat kebijakan yang jelas mengenai capaian akhir. Kinerja dosen memiliki peran penting dalam menyukseskan pengembangan dan kemajuan institusi pendidikan tinggi.
Kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Untuk menjamin pelaksanaan tugas dosen berjalan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan maka perlu dievaluasi setiap periode waktu yang ditentukan.
Salah satu yang menjadi permasalahan pendidikan tinggi di Indonesia saat ini terletak pada aspek kuantitas maupun kualitas Dosen yang belum sebanding dengan banyaknya perguruan tinggi yang ada.  Merujuk data PDDikti Kemenristekdikti tahun 2015, jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia sebanyak 4.482, dengan sebaran sekolah tinggi berjumlah 2.439 (54%), Akademi sebanyak 1.106 (25 persen), Universitas sejumlah 548 (13%), Politeknik sebanyak 246, Institut sebanyak 134 dan Akademi Komunitas sebanyak 9. Banyaknya jumlah perguruan tinggi tersebut tidak diimbangi dengan jumlah Dosen. Data berikut menunjukkan Jumlah Dosen Nasional tahun 2016/2017 Ganjil.
Tabel 1.1. Jumlah dan Kualifikasi Pendidikan Dosen di Indonesia
Kualifikasi Pendidikan
Jumlah
S1
46.479
S2
159.820
S3
30.263

236.535
Sumber : Dikti Kemenristekdikti tahun, 2017
Data diatas menunjukkan kuantitas Dosen masih sangat kurang dan kualitas dosen masih sangat rendah. Jika di rata-ratakan dari total Perguruan Tinggi yang ada, maka untuk 1 (satu) Perguruan Tinggi hanya memiliki 53 Dosen. Angka tersebut belum cukup memenuhi kuota standar kebutuhan, yaitu sekitar 24.000 orang, sesuai jumlah program studi. Idealnya, satu program studi memiliki satu profesor atau guru besar. Selain masih kurangnya guru besar (4.818 pada tahun 2015), masalah lainya adalah masih banyaknya dosen yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S2 dan jumlah dosen yang berpendidikan doktor (S3) masih kurang (Kementrian Ristekdikti, 2015). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional serta (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen) menuntut seorang dosen minimal tamatan S-2. Akan tetapi kenyataanya di lapangan, perguruan tinggi masih banyak dosen yang tamatan strata satu (S-1) yaitu: “Secara nasional, 48.5 persen dari jumlah dosen PTN dan PTS di Indonesia masih tamatan strata 1 (S-1)” Arief (2008) dalam Saiful Bahri (2012).
Dari data tabel tersebut di atas, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Kementerian/Lembaga Lain (PTK) memiliki kualifikasi akademik dosen yang baik dengan persentase dosen penyandang gelar doktoral di atas 20 persen dari total dosen dan yang menyandang gelar S-1 hanya 5 persen. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) masih mengandalkan dosen dengan kualifikasi pendidikan S-1. Hal ini tercermin dari jumlah persentase dosen PTS yang menyandang gelar S-1 sebesar 66 persen. Persentase dosen yang menyandang gelar doktoral berjumlah paling rendah, yaitu hanya 7 persen. Angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dosen yang berasal dari PTN, PTK, dan Perguruan Tinggi Agama (PTA). Dalam rangka meningkatkan kualifikasi akademik dosen pemerintah merancang berbagai program beasiswa baik dalam maupun luar negeri. Beasiswa ini dapat diakses oleh seluruh dosen tetap baik PTN maupun PTS. Pada periode 2011-2015, jumlah dosen yang mendapatkan pendanaan beasiswa S-3 sebesar 1,848 orang atau sekitar 68 persen dari total pendanaan beasiswa, sedangkan beasiswa S-2 diserap 878 orang atau 32 persen (Kementrian Ristekdikti, 2016)
Selain kualifikasi pendidikan, publikasi ilmiah dosen/ilmuan dan HAKI juga masih sangat rendah. Pemerintah melalui Kemenristekdikti memberikan dukungan dalam kegiatan penelitian, dengan menyalurkan dana penelitian sebesar 780 Miliar/Tahun. Akan tetapi besaran dana tersebut tidak diimbangi dengan keluaran publikasi ilmiah. Pada tahun 2013, terdapat 31.360 dosen yang terlibat dalam penelitian yang didanai oleh Kemenristekdikti, tahun 2014 turun menjadi 30.302 dosen dan pada tahun 2015 naik menjadi 31.756 dosen. Dari jumlah dosen yang terlibat, pada tahun 2014 yang lolos hibah penelitian hanya sebanyak 13.338 dosen dan tahun 2015 sebanyak 12.596. Grafik berikut menunjukkan publikasi Jurnal yang dihasilkan dosen periode 2011-2015.
Grafik 1.1
Jumlah Publikasi Jurnal dalam Periode 2011-2015








Sumber : Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemeristekdikti (2016)
Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu capaian pembangunan dalam aspek peningkatan mutu dan daya saing pendidikan tinggi masih rendah (Kementrian Ristekdikti, 2016). Sedangkan berdasarkan dari situs olahan publikasi ilmiah Scimago yazng mengukur tingkat produktivitas ilmiah di 239 negara sejak 1996-2014 yang dikemukakan oleh Masdar Hilmy (2016), Indonesia menempati peringkat ke-57, dengan jumlah publikasi 32.355. Di level ASEAN, Indonesia masih kalah dibandingkan  dengan Malaysia (peringkat ke-36 dengan jumlah publikasi 153.378), Singapura (peringkat ke-32 dengan publikasi 192.942), dan Thailand (peringkat ke-43 dengan publikasi 109.832). Indonesia hanya unggul dari Vietnam (peringkat ke-66), Laos (137), Kamboja (124), Myanmar (142), Brunei (130), dan Timor-Leste (204). Dari data tersebut terlihat jelas bahwa kompetensi dosen dalam hal Penelitian masih sangat rendah. Hasil penelitian tersebut bukan hanya untuk penelitian semata, tetapi hasilnya harus dapat dimanfaatkan oleh pengguna baik untuk kepentingan ilmuan, dan masyarakat pada umumnya.
Selain hal tersebut di atas dalam kaitannya dengan masalah penelitian fakta yang didapatkan menunjukkan bahwa jumlah dosen dalam melaksanakan penelitian baik oleh masing-masing dosen (secara perorangan) maupun secara berkelompok masih rendah. Data yang ada menunjukkan penyebab rendahnya penelitian diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (1) Lemahnya kemampuan dosen menyusun proposal penelitian, (2) Relevansi penelitian tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga penelitian yang dilakukan tidak bisa memberikan kontribusi penyelesaian problem di masyarakat, maka akan kesulitan mencari dana dari sponsor, (3) Kurang tersedianya dana dari yayasan yang menaunginya, (4) Kurang memadainya fasilitas kegiatan penelitian, meliputi internet, literatur dan laboratorium, (5) Lemahnya budaya meneliti di kampus.
Selain penelitian, kegiatan pengabdian ke masyarakat dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat yang bersifat non-formal juga belum maksimal. Hal ini karenakan kurang berartinya peranan dosen pembinaan (senior) dalam membimbing para dosen senior dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat. Padahal tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat guna meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri (Bahri, 2012). Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tidak sekedar pengabdian tanpa basis ilmiah yang jelas tetapi merupakan suatu wahana penerapan hasil penelitian dan pendidikan kepada stakeholder yang memerlukan. Melalui program hibah pengabdian kepada masyarakat, Kemenristekdikti menggugah keterlibatan PT untuk memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ini tidak terbatas pada rentang waktu tertentu, namun dapat dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam program hibah ini, terdapat beberapa skema hibah yaitu Ipteks bagi Masyarakat (IbM), Ipteks bagi Kewirausahaan, Ipteks bagi Produk Ekspor (IbPE), Ipteks bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus (IbIKK), Ipteks bagi Wilayah (IbW), Ipteks bagi Wilayah antara PT-CSR atau PT-PEMDA-CSR (IbWPT), dan Program Hi-Link. Keterlibatan dosen dalam kegiatan pengabdian pada masyarakt berdasarkan data Ditjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemeristekdikti (2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 sebanyak 4.788 dosen yang terlibat, tahun 2014 sebanyak 6.365 dosen dan tahun 2015 sebanyak 7.522 dosen.
Besarnya beban tugas mengajar, pembimbingan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta kepanitiaan yang bersifat ekstra kurikuler menyebabkan dosen nampaknya sulit menunjukkan standar profesionalisme sesuai dengan jabatan fungsional dosen. Fenomena kinerja dosen dapat dilihat berdasarkan pelaksanaan tridharma berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen, pasal 8 menyatakan bahwa tugas utama dosen adalah melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) SKS dan paling banyak 16 (enam belas) SKS pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademiknya. Pelaksanaan tugas utama dosen ini perlu dievaluasi dan dilaporkan secara periodik sebagai bentuk akuntabilitas kinerja dosen kepada para pemangku kepentingan
Masalah yang dihadapi kebanyakan perguruan tinggi tidak terkecuali di Gorontalo adalah belum fokusnya dosen dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan masih banyaknya dosen yang bekerja dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang sangat terbatas dan beban kerja yang banyak. Selain itu, dosen sering terlambat memasukkan nilai setiap semester pada bagian akademik, sehingga menyebabkan Pelaporan PDPT PTS ke Kopertis Wilayah IX Sulawesi mengalami keterlambatan.
Berdasarkan data melalui Portal Dikti (2017), Kopertis Wilayah IX Sulawesi dan Penelitian Lapangan tentang kondisi dosen pada Perguruan Tinggi Swasta yang terdapat di Gorontalo, permasalahan yang ada dalam kinerja dosen ditinjau dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat ditemukan fakta bahwa masih banyak dosen yang belum menunjukkan kinerja optimal sebagai dosen.
Untuk melihat kondisi objektif tingkat pendidikan dosen di PTS yang ada di Gorontalo pada Tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2.   Jumlah Dosen menurut Kualifikasi Pendidikan PTS di Gorontalo

Kualifikasi Pendidikan
Jumlah
Persentase
S1
103
15,33
S2
546
81,25
S3
23
3,42

672
100,00
Sumber :  Forlap Dikti (2017) Kantor Kopertis Wil. IX Sulawesi (2017)

Data di atas menunjukkan bahwa kualifikasi pendidikan dosen di PTS Gorontalo masih sangat rendah. Dari total 672 dosen, hanya 23 orang (3,42%) yang berkualifikasi pendidikan S3, 546 orang (81,25%) yang berkualifikasi pendidikan S2, dan kualifikasi pendidikan S1 masih sangat banyak yaitu 103 orang (15,33%).
Menurut Sumardi (2007), salah satu indikator kemajuan suatu Perguruan Tinggi Swasta adalah jumlah dan kualifikasi pendidikan dosen yang dimilikinya. Upaya peningkatan kualitas dosen di Perguruan Tinggi Swasta salah satunya yaitu dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi berjalan secara alamiah. Artinya inisiatif itu datang lebih banyak karena kesadaran dosen yang bersangkutan bukan dari pihak pengelola. Hasilnya peningkatan kualifikasi pendidikan dosen berjalan lambat. Hal ini juga disebabkan karena umumnya di Perguruan Tinggi Swasta tidak menyiapkan anggaran bagi dosen yang mengikuti pendidikan lanjutan.




Tabel 1.3.   Jumlah Dosen Menurut Jabatan Fungsional PTS di Gorontalo
Jabatan Akademik
Jumlah
Persentase
Tanpa JaFung
350
52,08
Asisten Ahli
244
36,31
Lektor
71
10,57
Lektor Kepala
7
1,04
Guru Besar
0
0

672
100,00
Sumber :  Forlap Dikti (2017), Kantor Kopertis Wil. IX Sulawesi (2017)
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa produktivitas dosen dalam mengurus Jabatan Fungsional masih sangat rendah. Dari total 672 dosen, belum ada satu pun dosen yang berkualifikasi Guru Besar, hal ini disebabkan persyaratan untuk menjadi guru besar relatif sulit, sehingga banyak PTS yang tidak memiliki guru besar, 7 orang (1,04%) yang memiliki jabatan fungsional Lektor Kepala, 71 orang (10,57%) yang memiliki jabatan fungsional Lektor, 244 orang (36,31%) yang memiliki jabatan fungsional Asisten Ahli, dan 350 orang (52,08%) yang belum memiliki jabatan fungsional.
Madris (2007) menyatakan salah satu bentuk implikasi kinerja dosen adalah golongan dan kepangkatan yang diraihnya. Ability (kemampuan) Dosen salah satunya dipengaruhi oleh masa kerja yang dapat dilihat dari jabatan akademik mulai dari asisten ahli hingga guru besar. Jabatan akademik dosen ditentukan oleh produktivitas dan lamanya (retensi) bekerja serta kualifikasi pendidikan (Amang, 2009).
Berdasarkan data yang diperoleh di Kopertis Wilayah IX Sulawesi, setiap dosen mempunyai kewajiban mengampu minimal 12 sks persemester. Adapun rata-rata beban SKS yang di ampu oleh setiap dosen PTS di Gorontalo dapat dilihat pada tabel 1.4:
Tabel 1.4.  Beban SKS Dosen PTS di Gorontalo
Tahun
Banyaknya Dosen
Beban SKS/Semester
2016
672
9-15
2015
588
9-15
2014
493
9-15
Sumber : Kopertis Wilayah IX Sulawesi dan Data Lapangan, 2017
Tabel 1.4 menunjukkan bahwa beban kerja setiap dosen antara 9-15 SKS, dimana hal ini menunjukkan bahwa dosen dalam hal pengajaran ada yang mengalami kelebihan SKS sesuai standar pendidikan tinggi yaitu 9 SKS persemester (Kepmenkowasbangpan No.38/KEP/MK.WASPAN/8/1999).
Indikator kinerja berikutnya adalah penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Jumlah dosen dalam melaksanakan penelitian pengabdian pada masyarakat baik oleh masing-masing dosen (secara perorangan) maupun secara berkelompok masih rendah. Hal ini terlihat dari akses dosen-dosen PTS di Gorontalo pada tahun 2012-2016 terhadap penelitian dan pengembangan keilmuan yang ditawarkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti sangat kurang. Untuk gambaran penelitan dan pengabdian pada masyarakat dosen PTS di Gorontalo dapat dilihat pada tabel 1.5 berikut:
Tabel 1.5.     Jumlah Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Dosen PTS di Gorontalo

Tahun
Jumlah Dosen
Penelitian Dosen
Pengabdian Masyarakat
Dana Dikti
Mandiri
Dana Dikti
Mandiri
2016
672
25
297
3
319
2015
588
12
262
0
274
2014
493
25
230
0
255
Sumber :  Forlap Dikti, Kopertis Wilayah IX dan Data Lapangan (2017)

Tabel 1.5 menggambarkan bahwa kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat masih rendah, apabila merujuk pada peraturan bahwa seorang dosen minimal melakukan sebuah penelitian 1 kali setahun, namun fakta yang ada ternyata dosen hanya mampu melakukan penelitian kurang dari satu buah pertahun, artinya ada beberapa dosen yang tidak melakukan penelitian dalam satu tahun. Indikator lain yang terkait dengan kinerja dosen adalah pengabdian masyarakat, sebagaimana terlihat pada Tabel 1.5, dosen hanya melakukan pengabdian masyarakat satu kali setahun yang idealnya menurut aturan 1 kali per semester.
Masalah yang dialami sehingga kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat jarang dilakukan oleh para dosen PTS di Gorontalo adalah  terkendala oleh kemampuan dan pembiayaan yang sangat terbatas yang dialokasikan oleh yayasan, meskipun pemerintah sudah menganggarkan biaya pendidikan, penelitian dan pengabdian tetapi untuk mengakses masih sangat sulit, maka hal ini yang menyebabkan dosen tidak termotivasi untuk melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
Berdasarkan fenomena lapangan diatas serta beberapa hasil empirik dari variabel yang mempengaruhi kinerja dosen yang tidak konsisten tersebut menarik untuk diteliti kembali. Selain itu kinerja dosen dalam suatu institusi pendidikan merupakan faktor yang menarik untuk diteliti karena beberapa alasan antara lain : pertama, dosen merupakan ujung tombak bagi keberhasilan proses belajar mengajar, tanpa dosen yang berkualitas dan rela berkorban, mustahil suatu proses belajar mengajar menghasilkan peserta didik yang berkualitas, kedua, dosen tidak hanya berperan mentransfer ilmu kepada mahasiswa tetapi memberikan contoh sikap, ucapan, dan perilaku kepribadian, Ketiga, kualitas kinerja dosen bukanlah suatu yang final dan tidak dapat diperbaiki karena sebagai manusia, dosen selalu tumbuh dan berubah, keempat, jika kinerja dosen tidak didukung oleh kompetensi professional dan kepuasan kerja serta komitmen dalam mengajar, maka proses belajar mengajar tidak bisa lancar sesuai dengan yang diharapkan. Dari fakta tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tugas akhir Disertasi dengan judul “Pengaruh Personality, Ability, Dukungan Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Dosen (Studi Di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo)”.

1.2.        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.    Apakah Personality, ability dan dukungan organisasi berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
2.    Apakah Personality, ability dan dukungan organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
3.    Apakah Personality, ability dan dukungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja dan komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
4.    Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
5.    Apakah kepuasan kerja berpengaruh langsung terhadap komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
6.    Apakah komitmen organisasi berpengaruh langsung terhadap Kinerja Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo?
1.3.        Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung Personality, ability dan dukungan organisasi terhadap kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
2.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh Personality, ability dan dukungan organisasi terhadap komitmen organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
3.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh Personality, ability dan dukungan organisasi terhadap kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kepuasan kerja dan komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
4.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dosen baik secara langsung maupun tidak langsung melalui komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo
5.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo.
6.    Untuk menganalisis dan mendeskrepsikan pengaruh langsung komitmen organisasi terhadap Kinerja Dosen di Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo.


1.4.        Kegunaan Penelitian
Apabila tujuan penelitian seperti di atas dapat diwujudkan, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.4.1.    Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan bidang perilaku organisasi. Hal ini yang ingin peneliti buktikan dengan mengelaborasi beberapa variabel yang sebelumnya masih dilakukan research secara parsial atau sendiri-sendiri terhadap kinerja. Beberapa variabel seperti Personality, Ability, Dukungan Organisasi, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan modifikasi model untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung variabel tersebut terhadap kinerja. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh tidak langsung Personality (Kepribadian) terhadap Kinerja Melalui Komitmen Organisasi dan Pengaruh Tidak Langsung Ability (Kemampuan) terhadap Kinerja Melalui Komitmen Organisasi, yang belum pernah ada hasil penelitian sebelumnya. Sehingga untuk selanjutnya, hasil penelitian ini dapat pula dipergunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.
1.4.2.    Kegunaan Praktis

Diharapkan menjadi masukan dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Khususnya Perguruan Tinggi Swasta di Gorontalo dengan memperhatikan Personality, Ability, Dukungan Organisasi, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Kinerja, sehingga mampu membawa diri Pribadi mendapatkan Kepangkatan Akademik, Kepangkatan Golongan, Sertifikasi Dosen dan membawa Perguruan Tinggi Mendapatkan Akreditasi Terbaik, baik Institusi, Fakultas maupun Program Studi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar